Tragedi Kemanusian! Perundungan Makin Ngeri, Butuh Solusi Pasti dan Jelas
Sabtu, Maret 16, 2024
Bagi pecinta drakor, pasti ingat drama yang happening di tahun 2023 lalu dengan judul The Glory. Mengisahkan tentang pelajar SMA bernama Moon Dong Eun yang mendapat perundungan kejam dari teman-teman sekolahnya. Ternyata, tak hanya The Glory, sejumlah drama lain dengan tema serupa hampir tiap tahun diproduksi di Korea Selatan, yaitu perisakan dengan latar belakang sekolah, sejak tahun 2012. Emang, separah apa sih kasus bullying di Korea Selatan? Ternyata, dari 5 negara dengan kasus terbanyak, Korsel menempati posisi kedua setelah Portugal. Disusul Inggris, Jepang dan Rusia (okezone.com, 11/12/2021).
Tak hanya di Korea sana, nyatanya kasus bullying di Indonesia juga memiliki angka yang sangat tinggi. Menurut studi Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018, Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan kasus bullying tertinggi di dunia. Sekitar 41 persen pelajar berusia 15 tahun di Indonesia mengalami kasus bullying dalam satu bulan.
Dari 78 negara yang disurvei, Indonesia menduduki peringkat kelima dengan jumlah kasus bullying yang paling tinggi di antara pelajarnya.
Menurut Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, pihaknya telah mencatat minimal 12 kasus bullying sejak Januari hingga Mei 2023 (Trans7.co.id, 20/7/2023)
Tak hanya laki-laki, perempuan pun punya kecenderungan berbuat kekerasan, misalnya kasus remaja putri di Batam yang di keroyok 4 orang remaja lain. Menurut pengakuan, korban di tendang di bagian kepala, dipukuli badan sampai di sundut rokok. Usut punya usut, motifnya karena sakit hati. Ngeri ngga sih? (kompas.tv).
Penyebab
Strong why , seseorang menjadi pelaku kekerasan, ternyata memiliki banyak faktor. Salah satunya, karena nir empati antar sesama dan kesadaran yang lemah akan hubungan dengan Robb nya. Sehingga tidak merasa sedang di awasi. Bahkan lupa, jika esok lusa, setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban.
Walaupun tak semua, trauma masa lalu yang tidak tertangani dengan baik, menjadikan anak korban bullying berubah menjadi pelaku di kemudian hari (cantika.com, 18/7/2023). Mungkin kayak Joker, orang jahat adalah orang baik yang tersakiti?
Selain faktor personal, pola asuh keluarga juga berpengaruh besar. Anak dengan pola asuh serba boleh, membuat anak tidak bisa membedakan baik buruk dan berlangsung hingga dewasa. Orang tua yang memberikan setiap keinginan anak, memuji berlebihan dan membelanya setiap saat, bahkan disaat anak berbuat salah, juga menjadikan anak memiliki jiwa kompleks superioritas. Sederhana nya, harus selalu dia yang paling hebat, menang, sempurna. Sehingga mudah meremehkan, berbuat curang, bahkan menindas orang lain. Atau anak fatherless dan broken home yang mencari-cari perhatian dan kasus sayang, sesuatu yang tak di dapatinya ketika di rumah (cantika.com, 18/3/2023).
Di beberapa kasus, pihak sekolah juga cenderung melindungi para pelaku kejahatan. Alih-alih menjadi tempat teraman dan fasilitator antar murid, ketika terjadi kasus bullying, pihak sekolah malah diam dan cenderung menutupi kasus yang terjadi. Seperti yang terjadi pada kasus Bintang Balkis Maulana (14) di Kediri, yang tewas dianiaya seniornya di Pondok Pesantren (liputan6.com, 28/2/2024).
Begitupun di masyarakat, ketika terjadi kasus kekerasan pada anak dan remaja, maka yang pindah rumah adalah keluarga korban. Ini terjadi di lingkungan penulis sendiri. Kenapa tidak keluarga pelaku saja yang di usir dari lingkungan? Apakah konsepnya 'yang waras yang ngalah'?
Benang kusut bullying seperti lingkaran setan yang tak berujung, tapi jika sinetron saja ada happy endingnya, masa kasus bullying ngga ada ujungnya?
Secara personal, setiap individu harus menyadari bahwa dirinya adalah seorang hamba, yang gerak geriknya di atur oleh norma agama dan sosial. Sehingga setiap perbuatan memiliki konsekuensi baik bagi diri atau orang lain. Supaya tau mana yang boleh dan mana yang tidak, maka seorang hamba harus belajar/mengkaji aturan tersebut (agama dan norma sosial), supaya kehidupan nya bisa terarah dan bahagia. Tak hanya di dunia, tapi juga sampai akhirat. Anak juga perlu diajarkan untuk membela diri ketika merasa tidak aman, entah dengan berlari, melaporkan pada pihak yang bisa menengahi atau melawan saat mendapat kekerasan.
Pola asuh orang tua juga menentukan pembentukan karakter seorang anak manusia. Memenuhi kebutuhan anak, tak hanya supaya kuat fisiknya, tapi juga sehat psikis nya. Menghadirkan orang tua lengkap, tak hanya ibu, ayah pun turut hadir dalam pengasuhan dan pendidikan anak di rumah. Jika salah satu atau keduanya telah tiada, maka keluarga menghadirkan figur pengganti dari jalur mahrom. Seperti bayi Ismail, yang tetap memiliki figur ayah dari keluarga Ibrahim saat kedua orang tuanya berpisah atas tuntutan wahyu. Ismail tumbuh menjadi pemuda dengan karakter yang kuat, keimanan tinggi dan penuh kasih. Efek yang di dapat atas pengasuhan, didikan Siti Hajar yang salihah dan 'hadir'nya keluarga besar Ibrahim disisinya.
Sekolah yang memberlakukan sistem pendidikan berbasis Aqidah. Tidak memisahkan pendidikan agama dengan mata pelajaran lain, tapi bersifat integral dan komprehensif. Semuanya dikaitkan dengan Ideologi Islam, sehingga menghasilkan pemikiran yang tak hanya solutif, tapi juga cemerlang (ideologis). Outputnya, tak hanya membentuk generasi pemikir yang unggul secara akademis, tapi juga berkepribadian islami.
Sekolah bersama masyarakat juga menjadi kontrol atas para pemuda yang ada di dalamnya. Yaitu melakukan amar makruf (mengajak orang lain berbuat baik) dan nahyi munkar (mencegah orang lain berbuat jahat).
Negara memberlakukan hukuman tegas bagi para pelaku perundungan (yang sudah baligh) . Dalam Islam, bullying masuk ke dalam kasus jarimah/kriminal yang dihukumi dengan Qishos. Yaitu hukuman yang dijatuhkan sebagai pembalasan serupa dengan perbuatan pembunuhan, melukai atau merusak anggota badan berdasarkan ketentuan yang diatur oleh syara' (Mujib, 1994:278).
Sehingga pelaku yang sudah baligh, akan di menerima konsekuensi setimpal walopun dia masih pelajar.
Jika sampai hilang nyawa, hukumannya adalah hukuman mati atau denda sebesar 100 ekor unta yang 40 diantaranya sedang bunting, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
"Ketahuilah, sesungguhnya diyat atas pembunuhan seperti disengaja yaitu yang dilakukan dengan tongkat atau cambuk sebesar 100 ekor unta, 40 ekor darinya adalah unta yang sedang bunting.”
Begitu pun jika bullying berefek pada kerusakan pada tubuh korban, Rosulullah memberlakukan dapat/denda :
“Pada hidung apabila patah seluruhnya dikenakan diyat 100 unta, pada satu tangan 50 ekor, satu kaki 50 ekor, satu mata 50 ekor, luka yang mengenai kulit otak sepertiga (diyat) pembunuhan, luka yang sampai rongga kepala atau perut sepertiga (diyat) pembunuhan, luka yang membuat tulang terlihat 5 ekor, dan pada setiap jari diyatnya 10 ekor.”
Dengan hukum yang tegas, akan memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah kasus² serupa bermunculan di kemudian hari. Wallahu A'lam Bishawab.(*)
Karya : Epi Aryani
Member Komunitas Smart With Islam Karawang