KPK Duga Ketua Komisi IV DPR RI Terima Aliran Uang dari SYL
KPK mengatakan bahwa Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin diduga menerima aliran dana kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). KPK sudah mengonfirmasi hal tersebut kepada Sudin lewat pemeriksaan beberapa waktu lalu.
"[Berkaitan kasus] pemerasan. Kita harus konfirmasi proyek-proyek dan lain-lain, pengawasan anggaran dan lain-lain," kata plt jubir KPK Ali Fikri, dalam agenda peringatan Hari Anti-Korupsi se-dunia (Hakordia), Rabu (13/12/2023).
"Kemudian ada juga anggota Komisi IV yang diduga juga menerima aliran dana. Waktu itu sudah disebutkan yang PDIP, yang rumahnya digeledah, Sudin," sambungnya.
Ali memastikan, tim penyidik sedang mengembangkan kasus SYL. Saat ini, SYL diproses hukum atas kasus dugaan pemerasan, penerimaan gratifikasi dan pencucian uang.
"Kasus SYL terus dikembangkan. Kan ada pemerasan, suap, gratifikasi yang sedang berjalan di SYL. Kemudian yang klaster kedua hortikultura, kemudian ketiga sapi," katanya.
Penyidik KPK telah menggeledah rumah kediaman Sudin di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Sudin juga sudah diperiksa KPK sebagai saksi pada Rabu (15/11).
Saat itu, Sudin mengaku ditanya tim penyidik KPK perihal anggaran dan pengawasan dari Komisi IV terhadap Kementan.
"Hanya ditanya mengenai anggaran dan pengawasan saja, itu saja. Yang lain nanti tanyakan ke penyidik. Coba tanya penyidik sudah saya jawab," kata Sudin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (15/11).
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka. KPK juga turut menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Muhammad Hatta.
Ketiga pejabat di Kementan itu diduga menikmati hasil pungutan sebesar Rp 13,9 miliar. Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up.
Termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (*)