Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengatakan diperlukan waktu untuk mengkaji sebelum pemerintah merevisi Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Seperti diberitakan, wacana revisi UU Peradilan Militer mengemuka setelah kasus dugaan suap yang melibatkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Kasus itu awalnya disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun karena Henri perwira aktif TNI, kasus itu kini diserahkan pada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
"Saya kira mengenai masalah revisi Undang-Undang Peradilan Militer, saya kira untuk merespons itu tentu perlu waktu, " ujar wapres pada media seusai meresmikan Masjid KH Hasyim Asy’ari Ma’had Bahrul Huda di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Kamis, 10 Agustus 2023.
Sebelum memutuskan suatu undang-undang direvisi atau tidak, menurut wapres perlu kajian. Pemerintah, kata dia, akan terlebih dahulu mendengarkan pandangan ahli dan suara publik. Pasalnya UU membutuhkan partisipasi masyarakat yang bermakna.
"Kita harus banyak mendengar ahli, mendengar juga pendapat-pendapat publik dan tentu itu kita sedang memproses," ujar Wapres.
Ma'ruf menerangkan proses menyerap aspirasi dan kajian membutuhkan waktu. Para pihak yang mendesak adanya revisi UU Peradilan Militer diminta bersabar menunggu sikap pemerintah.
"Mendengarkan, bagaimana para ahli, bagaimana prosesnya seperti apa. Jadi memang memerlukan waktu yang panjang. Saya kira tunggu saja seperti apa nanti pemerintah merespons usulan revisi UU Peradilan Militer," papar Ma'ruf.
Revisi UU Peradilan Militer diusulkan oleh sejumlah pihak salah satunya masyarakat sipil. Desakan revisi disebabkan karena sejumlah kasus yang melibatkan personil TNI atau perwira aktif, tidak diproses hukum. Melainkan diserahkan pada POM untuk ditangani peradilan militer.
Reformasi peradilan militer disebut-sebut menjadi salah satu agenda yang tertuang dalam visi dan misi pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla pada 2014-2019.(*)