SETARA Institute melakukan survei kondisi toleransi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk melihat kondisi toleransi di kalangan pelajar. Survei dilakukan menyusul dinamika intoleransi dalam beberapa peristiwa terkait siswa SMA.
Penelitian pada Januari-Maret 2023 ini mengacu hasil penelitian SETARA Institute pada 2016 tentang sikap toleransi remaja yang digambarkan dalam empat kategori. Rinciannya ialah toleran, intoleran pasif, intoleran aktif, dan potensi terpapar. Kategorisasi itu dijadikan kerangka analisis menggambarkan toleransi dan transformasi dari toleransi hingga terpapar radikalisme.
"(Diketahui) sebagian remaja pada kategori intoleran pasif bertransformasi menjadi intoleran aktif, sebagaimana digambarkan dari angka 2,4 persen di tahun 2016 menjadi 5 persen di tahun 2023. Demikian juga pada kategori terpapar, mengalami peningkatan dari 0,3 persen menjadi 0,6 persen," kata Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan dalam keterangan tertulis, Sabtu, 29 Juli 2023.
Halili mengatakan hasil ini didapat dari metodologi metode pengumpulan data oleh surveyor secara face to face (tatap muka) di lima kota yakni Bandung, Bogor, Surabaya, Surakarta, dan Padang. Surveyor juga menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan sekolah-sekolah yang dituju.
Selanjutnya, surveyor menggunakan metode simple random sampling untuk menetapkan siswa SMA sebagai responden. Total ada 947 sampel yang didapat, dengan margin of error 3,3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Halili menyebut dalam survei itu, ditemukan lima faktor yang dapat mempengaruhi sikap toleran/intoleran pada remaja. Di antaranya pemahaman wawasan kebangsaan, intensitas penggunaan sosial media, aktivitas keseharian responden, sikap keagamaan dan kondisi sosial ekonomi responden.
"Semua variabel ini menunjukkan korelasi positif sebagai pembentuk karakter siswa," ujarnya.(medcom)